Kebijaksanaan
Perdagangan Luar Negeri dari Pelita ke Pelita berikutnya
1. Pelita I
Menurut peraturan pemerintah no.16 tahun 1970
kebijakan pemerintah tentang perekonomian membicarakan tentang penyempurnaan
tata niaga ekspor dan impor. Peraturan pemerintah pada bulan agustus 1971
membahas tentang devaluasi rupiah terhadap dollar amerika dengan memfokuskan
pada beberapa sasaran, yakni kestabilan harga pokok, peningkatan nilai ekspor,
kelancaran impor, penyebaran barang di dalam negeri.
2. Pelita II
Adapun kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah
dalam pelita II ini adalah dengan melakukan penghapusan pajak ekspor untuk
mempertahankan daya saing di pasar dunia. Penggalakan PMA dan PMDN untuk
mendorong investasi dalam negeri, yang menghasilakn cadangan devisa naik dari $
1,8 milyar menjadi $ 2,58 milyar dan naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255
milyar menjadi Rp 1.522 milyar pada periode pelita II tersebut. Sedangkan
kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan hasil produksi
nasional dan daya saing komoditi ekspor karena tingkat rata-rat inflasi 34%,
resesi dan krisis dunia tahun 1979, serta penurunan bea masuk impor komoditi
bahan dan peningkatan bea masuk komoditi impor lainnya.
3. Pelita III
Pelita III ini menitikberatkan pada sektor pertanian
menuju swasembada pangan, serta menignkatkan industri yang mengolah bahan baku
menjadi barang jadi. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi
Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut
adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan
ekonomi yang stabil.
4. Pelita IV
Kebijakan Inpres No. 5 tahun 1985, yakni
meningkatkan ekspor non migas dan pengurangan biaya tinggi dengan :
a) Pemberantasan pungli
b) Mempermudah prosedur kepabeanan
c) Menghapus dan memberantas biaya
siluman
Paket Kebijakan 25 Oktober 1986 : deregulasi bidang
perdagangan, moneter, dan penanaman modal dengan cara :
a) Penurunan bea masuk impor untuk
komoditi bahan penolong dan bahan baku
b) Proteksi produksi yang lebih
efisien
c) Kebijakan penanaman modal
Paket Kebijakan 15 Januari 1987, yakni peningkatan
efisiensi, inovasi, dan produktivitas beberapa sektor industri (menengah ke
atas) guna meningkatkan ekspor non migas, adapun langkah-langkahnya:
a) Penyempurnaan dan penyederhanaan ketentuan impor
b) Pembebasan dan keringanan bea masuk
c) Penyempurnaan klasifikasi barang
d) Paket Kebijakan 24 Desember 1987 (PAKDES) adalah
restrukturisasi bidang ekonomi dalam
rangka memperlancar perijinan (deregulasi).
e) Paket 27 Oktober 1988 : kebijakan deregulasi untuk
menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat untuk biaya
pembangunan.
f) Paket Kebijakan 21 November 1988 (PAKNOV) yakni
deregulasi dan debirokratisasi bidang perdagangan dan hubungan laut.
g) Paket Kebijakan 20 Desember 1988 (PAKDES), yakni
kebijakan dibidang keuangan dengan memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan
perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif, juga berisi
mengenai deregulasi dalam hal pendirian perusahaan asuransi.
5. Pelita V
Menitikberatkan sektor pertanian dan industri untuk
menetapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya;
dan sektor industri khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor,
industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian,
serta industri yang dapat mengahsilkan mesin mesin industri.
Diantaranya dengan cara :
a) Mengenakan tarif dan atau kuota
b) Mengawasi pemakaian valuta asing
c) Ekspor : mengurangi pajak komoditi
ekspor, menyederhanakan prosedur ekspor, memberantas pungli dan biaya
siluman
d) Menstabilkan harga dan upah di dalam
negeri
e) Melakukan devaluasi
6. Pelita VI
Titik beratnya masih pada pembangunan pada
sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan
dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor
ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi
krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu
perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga
menggenjot penambangan minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari
migas meningkat dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada
tahun 1980. Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama
dengan 80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde
Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.
7. Pelita VII
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada
sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan
pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya.
Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan moneter adalah upaya
untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan
dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut
Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara
persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali,
tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi
barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak
terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum,
intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank
untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Kebijaksanaan
Fiskal
Kebijakan fiskal merujuk
pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara
melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal
berbeda dengan
kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara
mengontrol tingkat bunga dan jumlah
uang yang
beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat
memengaruhi variabel-variabel berikut:
- Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
- Pola
persebaran sumber daya
- Distribusi
pendapatan
Kebijakan Fiskal dan Moneter Sektor Luar Negeri
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui
penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih
antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga
dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang
dibiayai pengeluaran negara.
Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan
yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran
yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang
dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang
dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi
dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar
negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.